Selasa, 05 Februari 2008

Misi Soeharto


Sudah agak terlambat untuk mengomentari kematian Sang Jendral besar Soeharto yang wafat 27 Januari 2008 lalu. Banjir Jakarta menjadi berita yang belum dingin saat ini. Namun entah kenapa, seperti layaknya proses perenungan yang biasa terjadi sesaat setelah sesuatu selesai, saya mulai memikirkan hakekat peristiwa itu.

Soeharto hanya seorang biasa dengan kesempatan menjadi orang yang luar biasa. Siapa saya sebenarnya untuk mengenal beliau dengan dekat, namun kok kayaknya tidak ada perasaan benci yang meluap-luap seperti yang dirasakan orang-orang pada bapak yang katanya berhasil mendapatkan predikat sebagai Bapak Pembangunan (membangun menara korupsi?) itu. Padahal saya ada di sana saat mahasiswa-mahasiswa Yogya berduyun-duyun berjalan dari kampus-kampus menuju alun-alun untuk bertemu Sultan saat zaman yang namanya reformasi itu dan seorang yang setiap malam tidur bersama saya adalah salah seorang aktivis yang ikut menyerukan supaya Soeharto 'lengser keprabon'. Mungkin karena senyumnya itu. Hm...banyak yang tidak setuju sepertinya.

Saya bukanlah pengamat politik pun pengamat sosial budaya dan masyarakat. Saya hanya seorang yang sukanya mencoba mencari tahu mengapa seseorang berbuat sesuatu. Walaupun akhirnya saya merasa banyak orang sepertinya tidak pernah berusaha cukup keras untuk mencapai kesempurnaan hakikatnya. Soeharto mungkin salah satu diantaranya.

Saat membaca imel-imel kiriman teman tentang nostalgia zaman Soeharto, semua yang berbau orde baru, tvri beserta program-programnya, klompencapir, dll, saya kok ikut-ikutan kangen ya. Masa lalu itu rasanya kok indah. Padahal saat menjalaninya tidak bahagia. Hmm..mungkin itu jawabannya orang sering hidup di masa lalu.

Waktu ada yang kasih perbandingan pemakaman Soekarno dan Soeharto yang jauh banget bedanya saya sih tidak bisa kasih komentar apa-apa. Wong, masanya berbeda. Kalau mau dikritisi ya itulah politik. Semua bisa disyahkan. Saya males kalau bicara politik.

Intinya, seperti kematian-kematian lain, kematian (wafatnya) Sang Jendral ini berarti sama. Bahwa tidak ada yang abadi di dunia ini. Dan jika sebelumnya saya meyakini, seyakin-yakinnya, bahwa hidup itu adalah misi, saya berharap dan semoga saja Pak Harto sudah menyelesaikan misinya.

(Bapak saya juga bernama Soeharto - tulisan ini saya persembahkan untuk beliau. Papa, saya sangat mencintaimu.)

Tidak ada komentar: