Jumat, 03 Agustus 2007

Pertemuan Dengan Kesan (Untuk Sundari Kurniadi)

Orang biasanya tertarik dengan hal-hal baru. Namun nama Sundari Kurniadi dari milis SSCQ bukanlah nama baru. Saya sering malas membaca imel-imel grup yang kadang isinya tidak berhubungan dengan saya. (Apakah ada yang sama egoisnya dengan saya?) Dan Sundari Kurniadi sama sekali tidak ada koneksinya dengan saya, selain nama belakang Kurniadinya mengingatkan saya kepada Tante Lucy pengelola Katering Sekolah Makarios yang selalu punya senyum termanis. Tapi kesan dalam imelnya yang diposting ke milis SSCQ memberikan sesuatu yang baru. Tidak begitu baru memang, tapi kesan itu dirilis ulang dan di wrap baik sekali sehingga saya merasa menemukan sesuatu yang baru dalam jiwa saya. Betapa selama ini saya selalu mempunyai alasan untuk membenarkan kesalahan-kesalahan saya, betapa selama ini saya selalu memiliki penjelasan logis terhadap kekeliruan-kekeliruan saya, betapa keangkuhan saya untuk meminta maaf saya bungkus dalam aktualisasi diri yang berlabel 'identitas', betapa kesombongan saya dimanipulasi atas nama 'cinta', betapa bobroknya jiwa saya selama ini. Dan imel seorang Sundari Kurniadi tentang doa pastor yang punya nyali dan celetukan sederhana penuh hakikat bocah-bocah mengingatkan saya betapa saya harus kembali ke kasih saya yang mula-mula. Untuk itu semua saya merasa telah bertemu dengan kesan yang mendalam. Terima kasih Ibu Sundari Kurniadi. Terima kasih Tante Asun. Semoga sabat ini awal dari persahabatan kita. Blessed Sabbath...

Pak Nano

Dunno what to write this time. i m just thinking of someone who was not really important in my life until the day he died. Ada seorang tukang ojek tua yang setia mengantar jemput anak-anak Sekolah Makarios. Pak Nano, namanya. Aku pertama kali bertegur sapa saat tangan keriput tuanya membantu mengancingkan jaket Bella, anak kelas satu, yang akan naik ojeknya -yang juga tampak tua-. Dia hanya sekedar tukang ojek, tapi perhatian yang diberikan pada anak-anak yang dipercayakan padanya adalah layaknya seorang kakek pada cucunya. Sesekali aku ikutan nebeng naik ojeknya jika pekerjaan di sekolah tidak banyak dan aku pulang sebelum waktunya. He was just Pak Nano. Jumat lalu, aku mendengar dia meninggal. Setelah sebelumnya dia masih 'narik', kami seolah tidak percaya mendengar dia meninggal. mungkin serangan jantung. He was just still Pak Nano, si tukang ojek. Tapi aku merasa kehilangan ini sama artinya dengan kehilangan seseorang yang disayangi. mungkin karena aku terbiasa melihatnya setiap hari. terbiasa melihat senyumnya diantara mata tuanya yang sarat beban hidup. terbiasa melihat tangan tuanya yang gemetar membantu mengancingkan jaket bella dan meletakkan helm kecil dikepalanya. terbiasa mendengar suara lirihnya berkata, 'mari bu' sebelum dengan susah payah menghidupkan mesin motor bututnya. terbiasa merasakan betapa tulusnya pengabdian yang diberikan untuk memastikan anak-anak sampai di sekolah dan rumah dengan selamat. untuk semuanya itu, beliau patut dikenang.

Kamis, 02 Agustus 2007

The Good Looking Tukang Siomay

Beauty is just a skin deep, don't judge the book from its cover adalah pepatah yang mempromosikan kalau kecantikan dalam adalah yang lebih penting. Tapi apa salahnya jika memang secara fisik seseorang itu cantik atau tampan, dan saya rasa sangat tidak ada salahnya jika kita memiliki keduanya. Saya bukan pemuja kecantikan atau dalam golongan barisan sakit hati karena tidak beruntung memilki keadaan fisik yang tidak menarik karena well.. i am happy because i am is i am.
Saya hanya ingin sedikit berbicara dengan pertemuan, tepatnya perpapasan, dengan seorang tukang siomay yang genteng dalam perjalanan pulang dari Sekolah Makarios. Surprise? Tidak juga karena sebelumnya saya pernah bertemu, tukang sayur yang ayu, sopir pribadi yang berwajah rupawan, atau tukang sol sepatu yang berpenampilan bak pragawan. Saya hanya ingin sedikit merenung betapa sebetulnya semua orang berpotensi menjadi menarik. Itu sangat berhubungan dengan pernyataan bahwa Tuhan menciptakan segalanya sempurna. Dan betapa bodohnya menyesali diri karena sampai sejauh ini saya tidak bisa melakukan perubahan yang berarti dalam hidup saya. Hm...apakah itu ada hubungannya? Jauh mungkin. Seperti biasanya saya 'going too far'. Satu titik bisa menuntun saya pada pemahaman yang nyaris tidak terdeteksi koneksinya.
Intinya saya berterima kasih pada Tuhan pada hari ini karena Sang Tukang Siomay Ganteng menyadarkan saya betapa sebuah karya harus diwujudkan dalam kehidupan saya yang singkat ini.

Rabu, 01 Agustus 2007

Terbangun Pagi

Terbangun pagi hari adalah komitmen yang saya luncurkan setiap malam saya menutup mata. Tapi realisasinya adalah cerita lain. Dan setiap kali saya punya alasan pembenaran diri. Pagi ini saya bangun pagi. Tumben. Mungkin karena pagi ini saya mencoba memikir-mikir apa yang harus saya lakukan hari ini untuk membuatnya berarti. Yesus mempunyai kebiasaan bangun pagi dan berdoa. Doa saya pagi ini mungkin belum spesifik tapi keinginan untuk menjadi WAHM menjadi semakin kuat. Saya berjanji untuk menyelesaikan buku 'Wanita Yang Meninggalkan Karir' -kado ultah dari suami tahun ini- dalam waktu dekat. Demi Yitzhak dan Hazon -my twoseeds. Semoga cinta saya pada menulis akan memberikan sesuatu yang berarti dalam hidup dua benih itu.
Suatu pagi saya akan terbangun dengan hanya memikirkan apa yang dialami benih saya yang bertumbuh. Tapi sebelumnya saya ingin memiliki kesempatan untuk membiarkan benih-benih lain berakar, bertunas, dan tumbuh kuat. Jika cinta saya pada Sekolah Makarios berubah aktualisasinya, saya tetap berharap semuanya akan baik-baik saya.
Saya bangun pagi ini menitipkan satu pokok doa. Saya yakin Tuhan akan menjawabnya. Dalam waktu yang tidak lama lagi.

Engeline dan Cintanya Pada Robin

Namanya Engeline. Dia seorang guru di Sekolah Makarios. Hari ini aku memeluknya dengan keharuan. Bukan karena sesuatu yang terjadi antara kami, tapi karena seorang anak bernama Robin. Engeline mencintai jiwa Robin. Hatinya tersayat saat Robin divonis tidak naik kelas. Secara akademik Robin gagal menghasilkan nilai standar, tapi di detik-detik terakhir masa finalnya, Robin berhasil memenangkan hati Engeline dengan janji akan segera berubah, setidaknya bisa memperbaiki reputasi 'Robin si Algojo kecil'. Tapi sudah terlambat. Bulan-bulan terakhir ini bisa jadi menjadi hari yang menghitam bagi Robin, terlebih keluarganya. Saat naik ke level yang lebih atas dalam dunia pendidikan merupakan indikasi progress anak, tinggal kelas menjadi mimpi buruk bagi Robin dan keluarga. Saat pertanyaan demi pertanyaan seolah enggan dijawab, dan harga diri menjadi taruhan, fakta Robin tidak naik kelas menjadi masalah yang mengelinding seperti bola salju. Well, it is a long story to tell.
Jika cinta bisa memenangkan perang, maka cinta Engeline berhasil mengalahkan segalanya. Saat hari ini aku melihat Robin masuk sekolah, dan melihat senyumnya meski sedikit enggan, aku tahu cinta Engeline telah menemukan tempat untuk bertumbuh.