Teringatlah saya pada percakapan sederhana saat kami akan pergi ke
rumah sakit. Putra ketiga kami panas tinggi. Wanita muda berseragam
batik biru menganjurkan kami untuk mengecek semua barang dan memastikan
rumah dalam keadaan aman selagi kami pergi. Ia juga menyarankan kami
menelpon rumah sakit untuk reservasi sehingga saat kami tiba pelayanan
kesehatan sudah siap. Ketika melihat dua putera saya yang lain ia juga
menanyakan apakah mereka merasa nyaman dan memberikan 2 pensil batik
sebagai souvenir dengan pesan supaya rajin belajar. Kagetkah
anda jika mengetahui wanita muda itu hanyalah seorang supir taksi tidak
terkenal yang kebetulan lewat di Jalan Raya Kembangan Jakarta Barat pada
suatu hari pertengahan tahun ini. Ia melayani dengan prima.
Teringatlah
saya di suatu hari Minggu ketika seorang anak belia mendekati saya
menawarkan alat bantu belajar berhitung untuk anak pra-sekolah dan
sebuah buku catatan kecil produksi anak-anak tuna rungu. Saya terbiasa
menghadapi beragam cara anak-anak sekolah berbicara namun putri kecil
itu bertutur dengan bahasa yang berbeda. Jauh melampaui usianya. Dia
membuka percakapan dengan menanyakan berapa umur putera saya.
Menjelaskan bahwa alat bantu belajar yang dijualnya pasti sesuai dengan
kebutuhan putera saya. Ia melanjutkan dengan menjelaskan cara
menggunaannya mengatakan saya bukan hanya memenuhi kebutuhan putera saya
namun juga membantu anak-anak tuna rungu mendapatkan penghasilan. Ia marketer handal termuda yang saya tahu. Putri kecil itu berumur 8 tahun, seorang homeschooler. Ia melayani dengan kesungguhan.
Teringatlah
saya pada sudut kumuh di pinggir kali pesanggarahan dekat Pasar Kemiri.
Seorang wanita paruh baya mengais sampah. Selagi macet karena jalan
yang terlalu kecil untuk hilir mudik kendaraan seperti sekarang, saya
memiliki kesempatan untuk memperhatikan cara kerjanya. Ia memiliki ‘sense of closure’.
Ia membersihkan semua sampah dengan cermat tanpa meninggalkan sisa;
memisahkan sampah kering dan basah; antara organik dan non organik. Saya
tahu dengan segera bahwa aliran keruh kali yang bercengkrama di bawah
kami akan berterima kasih. Ibu tukang sampah itu bukan orang biasa. Ia
wanita hebat dengan integritas tinggi. Ia melayani dengan tujuan.
Teringatlah
saya akan perempuan renta yang seluruh hidupnya bernama pengabdian. Ia
dibesarkan oleh adat Jawa yang mengharuskannya berada di samping suami no matter what.
Suaminya lak-laki keras kepala egois yang tetap menuntutnya untuk
setia. Meski banyak waktu dihabiskan dengan air mata, ia bertutur bahwa
bahagia baginya adalah melihat suami dan anak-anaknya berada di jalan
Tuhan. Ia wanita paling hebat yang pernah saya tahu. Ia adalah ibu saya.
Ia melayani dengan cinta.
Pelayanan adalah tingkatan
paling luhung dari sikap dan sifat seorang pemimpin. Melayani adalah
tindakan paling arif dari manusia yang mulia. Wanita bijaksana adalah
wanita yang berani melepaskan atribut lainnya dan mengulurkan tangannya
untuk melayani kehidupan.
Selamat Hari Ibu…
Yohanes
12 : 3 “Maka Maria mengambil setengah kati minyak narwastu murni yang
mahal harganya, lalu meminyaki kaki Yesus dan menyekanya dengan
rambutnya; dan bau minyak semerbak di seluruh rumah itu.”
Jakarta, 22 Desember 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar