Jumat, 26 September 2008

Nilai-nilai Saya

Lama tidak berbicara di sini. Betapa luar biasanya Tuhan kita karena memberikan saya kesempatan belajar banyak dalam rentang waktu tiga bulan terakhir. Saya berterima kasih kepada Joseph Adrian, Richard Wong, Muhammad Rhein Rifky, dan Frederik Elijah Simatupang atas nuansa dunia mereka yang ajaib. Saya mengasihi mereka. Kadang saya menyesal karena terlambat menyadari bahwa mereka hanya perlu dipahami.

Joseph, 11 tahun, menghabiskan setengah hidupnya bersama-sama saya. Suatu ketika sang guru yang ingin mengembangkan sisi positif murid-murid bertanya kepada semua teman-temannya, "Siapa yang kamu kagumi?" Anak-anak lain dengan yakin mengatakan mereka mengagumi seseorang (dengan menyebutkan namanya). Joseph dengan tegas berdiri dan bertanya, "Apakah saya boleh mengagumi diri saya sendiri?" Riuh rendah kelas tercipta. Joseph tidak mengerti mengapa jawabannya terdengar asing bagi anak-anak lain.

Joseph bukan sedang sombong. Dia juga bukan sedang merasa lebih dari teman-temannya. Dia punya alasan kuat bertanya seperti itu. "Tidak ada seorangpun mengagumi saya. Jadi bolehkan saya mengagumi diri saya sendiri?" Saya nyaris menangis mendengar jawaban itu. Betapa saya ingin memberikan separuh dari pengertian saya tentang kehiduapan kepada bocah lelaki beranjak dewasa ini. Keterbatasannya memahami segala sesuatu dari kaca mata anak-anak normal membuatnya tampak 'aneh'. Saya lebih suka menyebutnya sebagai 'hal yang istimewa'. Dengan rasa terima kasih dia mendengarkan penjelasan saya bahwa saya mengaguminya. Dia seperti 'oase' bagi saya saat beban emosi sedang memuncak. Dia seperti buku humor bagi saya saat dunia saya menjadi begitu serius. Dia seperti buku cerita menarik saat saya sedang ingin berpetualang. Joseph selalu membuat saya melihat kehidupan ini dari sisi lain.

Richard Wong, 7 tahun, memiliki senyum paling manis. Saya suka melihat paduan menarik senyum dan matanya saat ia sedang senang. Richard butuh belajar mengendalikan dirinya. Dia butuh jadwal ketat yang mengajarkan tentang penurutan dan memahami keterbatasan. Richard senang berbagi dan menolong. Sikapnya yang tidak menyukai penolakan membuatnya tampak agresif pun disaat dia menawarkan bantuan. Karenanya saya menangis. Karenanya saya kehilangan akal. Karenanya saya hampir-hampir menyerah. Dan karenanya juga saya menemukan permata kepada nilai ingin diterima dan dianggap.

Richard rindu untuk diakui. Dia ingin menyatakan bahwa saya bisa jadi baik jika kamu menginginkannya. Ricard butuh stimulan. Richard butuh motivasi. Richard butuh penerimaan. Saya berharap saya masih memiliki waktu untuk memberikannya semua itu.

Muhammad Rhein Rifky, 7 tahun, memiliki kemampuan analisa yang sangat baik. Dia cerdas dan mudah menyerap semua informasi yang disuguhkan padanya. Dan keunggulan itu terkadang tertutup oleh kecenderungannya untuk tidak bisa diam. Rhein sedang pembelajar kinestetik. Ketika sang pendidik (baca : pengajar) tidak memahami ini, Rhein akan tampak seperti anak yang susah diatur. Dia selalu bergerak, selalu menemukan alasan untuk pelanggarannya, dan selalu mengomentari segala sesuatu. Jika awalnya saya merasa itu mengganggu, saya kemudian sampai pada kesimpulan bahwa itu adalah bentuk aktualisasi dirinya. Kesadaran itu membuat saya 'menikmati' waktu-waktu bersama Rhein.

Rhein punya rasa peduli yang tinggi. Dia selalu datang dengan ide-ide sosial yang tajam. Mulanya memang ide itu datang dari guru, tapi dia satu-satunya murid saya yang mampu merekam konsep saya dan mengeluarkannya sebagai kesimpulan. Saya bangga padanya. Saya tidak sabar melihat Rhein tumbuh remaja dan dewasa. Mudah-mudahan dia akan mengingat saya, seperti saya mengingatnya.

Frederik, 7 tahun, sangat tertarik dengan buku. Dia memilki rentang konsentrasi yang pendek, khususnya ketika sajian pembelajaran untuknya tidak menarik. Frederik masih seperti buku yang tertutup bagi saya. Dia belum mengizinkan saya membacanya tapi dia sudah membukakan halaman depan dan terakhir untuk saya. Frederik menyukai aktivitas fisik, membagikan segala sesuatu yang dianggapnya menarik, dan menolak setiap bentuk disiplin jika ia tidak memahaminya. Dilahirkan kembar membuat Frederik selalu bersentuhan dengan permasalahan 'diperlakukan sama' dan 'diperlakukan berbeda'. Frederik gampang bergaul dan tidak menikmati pembelajaran dalam ruangan untuk waktu yang lama. Tingkat kemandirian yang masih perlu diasah membuatnya seperti tidak bisa dikendalikan. Namun sebenarnya Frederik mampu melibatkan dirinya dalam perjanjian-perjanjian ketika perjanjian-perjanjian itu dilihatnya seperti permainan.

Joseph, Richard, Rhein, dan Frederik adalah nilai-nilai saya. Nilai-nilai itu membantu menjadi kaki dari meja 'belief' saya. Ketika cinta ada diantara kami, saya yakin saya akan mengukir kenangan indah bersama jiwa-jiwa muda itu. Terima kasih Tuhan atas pengertian ini.

Tidak ada komentar: